Sabtu, 26 November 2022

Perjuangan Utsman Bin Affan sebagai Khalifah - SKI

Edit Posted by with No comments

 

Perjuangan Utsman Bin Affan sebagai Khalifah

Sebelum khalifah Umar bin Al-Khatab wafat, ia membentuk Majelis Syura yang beranggotakan enam orang sahabat Rasulullah Saw. yang kesemuanya pantas menjadi pemimpin. Keenam sahabat tersebut adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abu Waqqas, Az-Zubair bin Al-Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Musyawarah Majelis Syura berlangsung tiga hari. Dimulai dari hari Ahad dan selesai Rabu dinihari, tepatnya bulan Dzulhijjah tahun 23 H/6 Nopember 644 M, Utsman bin Affan resmi menjadi khalifah ketiga menggantikan Umar bin al-Khatab. 

Ketika dibaiat menjadi khalifah, Utsman berdiri untuk menyampaikan pidato pertamanya, bahwa ia dalam pemerintahannya akan terikat dengan al-Quran, As-Sunah, dan ketetapan Abu Bakar, dan Umar. Ia juga menjelaskan bahwa ia akan memimpin rakyatnya dengan kasih sayang dan hikmah kecuali dalam masalah hukum. Kemudian Utsman memperingatkan kepada rakyatnya agar tidak condong kepada dunia dan terkena ϐitnah. Hal ini dikarenakan Utsman mengkhawatirkan persaingan, saling benci, dan saling dengki menyebabkan umat menjadi terpecah belah. 

Langkah pertama menjadi khalifah, Utsman menulis surat yang ditujukan kepada seluruh gubernurnya. Dalam surat tersebut, Utsman mengukukuhkan dan memberitahukan kepada para pejabatnya bahwa tugas mereka bukanlah mengumpulkan harta benda. Tugas mereka yang sebenarnya adalah menjaga kemaslahatan rakyatnya. 

Selain menulis surat untuk gubernur, Utsman juga menulis surat kepada para panglima perang. Dalam surat tersebut, Utsman mengingatkan bahwa mereka adalah penjaga kaum muslimin dan pengayom masyarakat. Kemudian mengingatkan agar sadar akan kewajibannya dan melaksanakannya. Hal ini agar rakyat dan pemimpin sama-sama sadar akan kewajiban dan melaksanakannya. Masing-masing merasa bahwa dirinya bekerja untuk umatnya sebagaimana bekerja untuk dirinya sendiri. Dalam bidang ekonomi, khalifah Utsman menggunakan prinsip sebagai berikut:

  1. Menerapkan politik ekonomi Islam secara umum;
  2. Tidak berbuat dzalim terhadap rakyat dalam menetapkan pajak;
  3. Menetapkan kewajiban harta atas kaum muslimin untuk diserahkan kepada Baitul Mal;
  4. Memberikan hak-hak kaum muslimin dari Baitul Mal;
  5. Menetapkan kewajiban harta kepada kaum kaϐir dzimmi untuk diserahkan kepada Baitul Mal dan memberikan hak-hak dan tidak mendzalimi mereka;
  6. Para pegawai pajak wajib menjaga amanat dan memenuhi janji;
  7. Mengawasi penyimpangan-penyimpangan dalam harta benda yang dapat menghilangkan kesempurnaan nikmat umat secara umum. 

Dalam bidang hukum, Utsman bin Affan membuat tempat khusus kehakiman, sebagaimana riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Asakir dari Abu Shaleh pembantu Abbas, ia berkata, “Aku diutus oleh Abbas untuk memanggil Utsman, lalu aku mendatanginya di balai kehakiman…” Diantara hakim pada masa khalifah Utsman bin Affan adalah; Zaid bin Tsabit di Madinah, Abu Ad-Darda’ di Damaskus, Ka’ab bin Sur di Bashrah, Abu Musa Al-Asy’ari di Basyrah, Syuraih di Kufah, Ya’la bin Umayyah di Yaman, Tsumamah di Sana’a, Utsman bin Qais bin Abi Ash di Mesir.

Kemudian dalam bidang ibadah, Utsman bin Affan menambah adzan kedua dalam shalat Jumat. Utsman melihat adanya kebaikan bagi masyarakat dalam penambahan adzan tersebut, yaitu mengingatkan masyarakat tentang waktu shalat jumat yang sudah dekat. Hal ini mengingat wilayah kota dan kekuasanaan pemerintahannya semakin meluas. Karena itu ia berijtihad dalam masalah ini dan kemudian disetujui semua sahabat.

Peninggalan jasa khalifah Utsman bin Affan yang sampai sekarang bisa dirasakan umat Islam adalah penulisan al-Quran. Hal ini didorong adanya perbedaan bacaan atau cara membaca diantara umat Islam hingga dikhawatirkan berpotensi menyulut api ϐitnah mengenai kitab suci al-Quran. Karenanya, Utsman bin Affan menginstruksikan kepada ahli qurra’ terkemuka dari para sahabat yang paling kuat hafalan Al-Quran untuk memahami huruf-hurufnya, cara membacanya, mendalami tata bahasa dalam mengerjakan penulisan Al-Quran. Tim penulisan Al-Quran ini diketuai Zaid bin Tsabit. Anggotanya adalah Abdurrahman bin Haris dan Abdullah bin Zubair. 

Setelah selesai penyalinan lembaran-lembaran dalam beberapa mushaf, maka ia mengirimkan ke beberapa wilayah, diantaranya di simpan di Madinah, Syam, Kufah, Bashrah, dan Makkah. Setiap mushaf yang dikirim itu disertai dengan  pengajar yang mengajarkan umat Islam cara membacanya dengan bacaan-bacaan yang bisa diterapkan berdasarkan hadis shahih dan mutawatir.

Posted in

0 komentar:

Posting Komentar